Senin, 12 September 2011

[Fan Fiction] Project from Sky Part 6 - END


Author: uno_wa
Casts: Ji Yeon, Thunder, Mr. Kim, Soyeon, Gayoon, Dongwoon
Genre: Romance, Fantasy


- Saat Ji Yeon dan Thunder di taman -
            Soyeon berjalan ke arah apartemen Ji Yeon. Di pencetnya bel berkali-kali, tapi tetap saja tak ada jawaban dari Ji Yeon. "Kemana sih dia?!," kata Soyeon kesal. Ia kemudian mencoba membuka pintu tanpa kunci. Dan... Berhasil! Ternyata Ji Yeon lupa mengunci pintunya.
            Soyeon masuk ke dalam, memperhatikan apartemen dongsaeng-nya itu. "Cukup rapi," gumamnya. Dia berjalan ke kamar Ji Yeon, langsung duduk di tempat tidur Ji Yeon. Ia melihat pakaian-pakaian Ji Yeon bertebaran di lantai. "Apa-apaan dia? Baju-baju berserakan,".
            Soyeon mengambil salah satu pakaian Ji Yeon. "Ukurannya lebih kecil dari bajunya dulu? Apa dia sudah diet?," tanya Soyeon pada dirinya sendiri. Soyeon kemudian meletakkan baju itu begitu saja di lantai. Ia kemudian duduk di meja belajar Ji Yeon. "Apa ini?," Soyeon tertarik pada buku tua bersampul coklat yang bertuliskan JOURNEY. "Sejak kapan dia memiliki buku ini?," kata Soyeon sambil mengambil buku itu, lalu di bukanya.
            Dibacanya halaman pertama dan halaman ke-2, dia tersenyum misterius. Lalu, dibukanya halaman ke-3 dan ke-4. "Dia percaya dengan yang seperti ini? Hahaha," Soyeon tertawa membaca buku itu. "Ini bisa ku jadikan bahan untuk mengoloknya," gumam Soyeon. Ia kemudian memasukkan buku itu ke dalam tas, dan menulis sebuah catatan untuk Ji Yeon.
*****
            Ji Yeon pulang larut malam, dengan mata sembab. Dia masuk ke dalam rumah, melihat sekelilingnya, saat di meja makan, ia teringat dengan Thunder. Dia tersenyum pahit, mengingat Thunder menghilang tanpa sebab. Ji Yeon berjalan ke kamarnya dan seketika matanya tertuju pada kertas kecil di atas meja belajarnya.

From: Soyeon
            Ji Yeon-ah, buku JOURNEY mu aku ambil. Oke? Kekekeke


            Ji Yeon terbelalak kaget. Dia segera berlari keluar apartemennya, dan pergi ke rumahnya.
            "Eonni!! Eonni!! Soyeon eonni!!," Ji Yeon berteriak sambil menggedor-gedor pintu rumah dengan keras. 2 Menit kemudian, Soyeon membukakan pintunya. "Nuguseyo?," tanya Soyeon tak mengenali Ji Yeon. "Ini Ji Yeon. Dongsaeng eonni," kata Ji Yeon sambil menunjuk-nunjuk matanya. Soyeon memperhatikan mata Ji Yeon, dan baru lah ia kenal kalau itu Ji Yeon, dongsaengnya. "Ada apa berteriak-teriak di rumahku?!," tanya Soyeon ketus. "Eonni.. kembalikan buku itu padaku. Aku sangat membutuhkannya..," Ji Yeon bersujud di hadapan Soyeon.
            "Buku apa? Buku tua itu? Aku tak kan mengembalikannya padamu!," jawab Soyeon. Ji Yeon menatap mata Soyeon, "Eonni.. jebal..,". Air mata Ji Yeon jatuh perlahan-lahan. Tapi, hati Soyeon tampaknya tak tersentuh, "Tidak akan! Buku konyol itu akan aku simpan! Sebab buku itu bisa aku jadikan lelucon! Hahaha,". Soyeon tertawa kemudian masuk ke dalam rumah. "Kau boleh mengolokku seumur hidupku. Tapi, tolong kembalikan buku itu," gumam Ji Yeon pelan, tak terdengar oleh Soyeon.
            Ji Yeon duduk di halaman rumah itu, tanpa berbicara sepatah katapun. Dia termenung untuk beberapa saat. Sesekali dia melirik ke kamar lamanya, dan juga rumahnya. Malam yang dingin tak membuat niat Ji Yeon untuk mendapatkan buku itu kembali menjadi pupus. "Kalau aku mendapatkan buku itu lagi, aku bisa bertemu dengan mu kan, Thunder?," tanya Ji Yeon pelan, entah pada siapa.
            Soyeon memperhatikan dari kamarnya, melihat Ji Yeon dengan pakaian yang tipis duduk di halaman rumah yang dingin, "Apa karena buku itu dia bisa jadi kurus?," gumamnya pelan. Tapi ia segera menggeleng, di tepisnya berbagai pikiran yang menurutnya tidak masuk akal, "Maldo andwae!,". Soyeon kemudian menutup gorden kamarnya, lalu mematikan lampu untuk tidur.
            "Hachii!!," Ji Yeon saling menggosokkan kedua telapak tangannya seperti salah satu gerakan dance Boy Band terkenal di Korea, Super Junior. Badannya menggigil setiap kali angin malam bertiup dan menerpa tubuhnya. Ji Yeon berusaha baring di bangku halaman itu. Badannya terpaksa meringkuk, saat ia merasa kedinginan. Entah apa yang di pikirkannya, tiba-tiba saja ia meneteskan air mata, di hapusnya, kemudian air matanya jatuh lagi.
            Ketika Ji Yeon terlelap, mulutnya pun tak berhenti mengucapkan kata 'Thunder' tanpa sadar.
*****
            Ji Yeon mengerjap-ngerjapkan matanya saat sinar matahari muncul. Ia duduk dan mengamati sekelilingnya, "Oh ya.. tadi malam aku tertidur disini," gumamnya. Masih setengah sadar, ia melihat sebuah buku di sampingnya. Mata Ji Yeon terbelalak kaget saat menyadari kalau buku itu adalah buku JOURNEY. Dia segera membuka buku itu, "Masih sama," katanya sambil tersenyum. Dia melirik ke arah kamar Soyeon, "gomawo, eonni,".
            Ji Yeon kemudian memegang erat buku tua itu dan mendekapnya. Dia menutup matanya, "Tuhan.. aku mohon, bawalah Thunder kembali ke sini. Jebal..,". Ji Yeon membuka matanya perlahan, tapi kemudian ia menjadi kecewa. Tak ada siapapun di dekatnya.
            "Mungkin Thunder ada di apartemen sekarang," ucap Ji Yeon pantang menyerah. Ia pun segera pergi dari rumah menuju apartemen. Hatinya berdebar-debar, ingin segera melihat Thunder. Sepanjang perjalanan pun, sambil memegang buku tua itu, ia selalu tersenyum.
            Saat sudah sampai di apartemen, Ji Yeon berhati-hati membuka pintu. Satu langkah, dua langkah, belum ada tanda-tanda Thunder ada di sana. Ji Yeon pertama mencari ke ruang tamu, nihil. Dan ia berjalan ke ruang makan, hasilnya juga nihil. Dia makin yakin, bahwa Thunder ada di kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya, dan...

            Tak ada siapa-siapa, selain dirinya. Semangat Ji Yeon pudar seketika. "Thunder!," Ji Yeon memanggil Thunder, tapi tetap saja tak ada jawaban. Ji Yeon segera berlari ke apartemen Dong Woon. "Dong Woon-ssi, dimana Gayoon?," tanya Ji Yeon tanpa basa-basi. Dong Woon menunjuk Gayoon yang sedang menonton TV. "Gayoon-ssi, tolong aku," pinta Ji Yeon tiba-tiba.
            Gayoon melihat Ji Yeon yang membawa buku JOURNEY. "Ada apa?," tanya Gayoon santai. Ia belum tahu masalahnya. Ji Yeon segera menceritakan apa yang telah terjadi pada Thunder secara detail pada Gayoon dan Dong Woon. Gayoon dan Dong Woon menjadi prihatin dengan Ji Yeon. Mereka berniat membantu, tapi tak tau harus bagaimana. "Ji Yeon-ah, sebenarnya kita masih bisa memanggil Thunder, karena kau masih memiliki kontrak dengannya. Tapi, aku tak tau caranya," kata Gayoon.
            "Bagaimana kalau kau pergi ke kahyangan untuk menanyakannya?," usul Dong Woon. Gayoon menggeleng pelan, "Aku bisa saja pergi ke kahyangan, tapi kontrak kita akan berkurang 1 hari. Bagaimana?,". Dong Woon menatap Gayoon, "Tidak apa-apa,". Ji Yeon menggeleng, "Andwae.. Kalian tidak perlu mengobarkannya demi aku,". Gayoon dan Dong Woon saling melihat. "Tidak apa-apa, Ji Yeon-ssi," kata Dong Woon lagi.
            Ji Yeon terharu mendengar kesungguhan teman barunya itu untuk menolongnya. Dia tersenyum, "Gamsahamnida, Dongwoon-ssi, Gayoon-ssi,". Gayoon tersenyum, "Besok aku akan pergi ke kahyangan,"
*****
            Dong Woon dan Gayoon datang ke apartemen Ji Yeon. Mereka tampak kurang bahagia. "Bagaimana?," tanya Ji Yeon. Gayoon tersenyum, "Bisa.. tapi ada syaratnya,". Ji Yeon mengerutkan alisnya, "Apa syaratnya?,". Gayoon tak menjawab, ia hanya memberikan selembar kertas dari kahyangan.
            Ji Yeon membacanya dengan seksama, tapi kemudian matanya melotot karena terkejut. "Mwo?! Aku harus menjadi journeyer?,". Gayoon dan Dong Woon mengangguk bersamaan. "Hanya itu yang bisa di lakukan. Kau tau kan apa akibatnya bila tak berhasil menjalankan tugas?," tanya Gayoon memastikan. Ji Yeon mengangguk dengan ragu. Dia tak pernah berpikir akan menjadi journeyer. "Aku akan memikirkannya terlebih dahulu," kata Ji Yeon singkat.
*****
            "Tapi, aku harus mengatakannya!," gumam Ji Yeon sedikit frustasi. Dia mencorat-coret buku di sampingnya. Bukan buku tua, pastinya. "Menjadi journeyer? Kalau gagal, aku akan masuk neraka," gumam nya lagi. Dia menggeleng keras untuk menghilangkan pikiran betapa mengerikannya neraka itu. "Tapi, Thunder..," hatinya menjadi bimbang bila teringat dengan Thunder. "Eomma... Appa... Thunder... Eotteohkae?," tanya Ji Yeon pada orang-orang yang ada jauh di kahyangan itu.
            Dia mengacak rambutnya, frustasi pada keadaan. Malam itu menjadi malam yang panjang karena memikirkan hal itu.
*****
            Ji Yeon dengan mata sembabnya, datang ke apartemen Dong Woon. "Kau sudah membuat keputusan? Cepat sekali..," kata Dong Woon saat melihat Ji Yeon di depan pintu apartemennya, lalu membukakan pintunya. "Aku ingin bicara dulu dengan Gayoon," kata Ji Yeon pelan. "Ada apa?," Gayoon tiba-tiba muncul di belakang Dong Woon. Ji Yeon sedikit terkejut, begitu pula dengan Dong Woon.
            "Gayoon-ssi, aku sudah membuat keputusan," kata Ji Yeon. Dia menyerahkan kertas yang kemarin diberikan oleh Gayoon. Gayoon tak segera membacanya, dia menatap Ji Yeon. "Kau yakin dengan keputusanmu ini?," tanya Gayoon. Dia tak mau Ji Yeon ceroboh. Ji Yeon mengangguk, "Aku yakin aku sudah memikirkannya secara matang. Dan aku juga tahu, kalau ini adalah kesempatan sekali seumur hidupku,". Gayoon membaca kertas itu, dan memberikan kertas itu pada Dong Woon. "Bagaimana menurut oppa?," tanya Gayoon pada Dong Woon.
            "Kau benar-benar yakin? Tugas ini sangat berat, Ji Yeon-ssi," Dong Woon mencoba memastikan pilihan Ji Yeon. "Ne.. aku sudah tau ini pasti akan berat. Tapi, ada yang harus kukatakan pada Thunder," kata Ji Yeon lagi. Kali ini tekad nya benar-benar bulat. "Baiklah, Ji Yeon-ah. Aku akan menyerahkannya pada kahyangan," kata Gayoon pada akhirnya. Ji Yeon tersenyum dan meyakinkan dirinya, kalau ia pasti bisa.
*****
            Ji Yeon membawa kopernya ke dalam taksi. Dong Woon membantu memasukkan barang-barang Ji Yeon lainnya. "Jangan lupa berkunjung ke sini ya," kata Dong Woon saat Ji Yeon akan pulang ke rumahnya. Ji Yeon mengangguk sambil tersenyum, lalu meninggalkan Samsung apartemen. Sudah 1 bulan ia meninggalkan rumahnya, dan sekarang dia akan kembali ke rumah itu dengan dirinya yang baru.
            Sesampainya di rumah, dia melihat sebuah mobil yang ia yakini adalah mobil Mr. Kim. Dengan perasaan deg-degan, dia mengetuk pintu. Soyeon membukakan pintunya, dan benar dugaan Ji Yeon, Mr. Kim sudah datang.
            "Annyeong haseyo.. Oraenmanieyo, Mr. Kim," Ji Yeon membungkuk. Mr. Kim menyerengitkan dahinya, mencoba mengenali wajah yeoja berambut pendek itu. "Joneun Ji Yeon imnida," kata Ji Yeon sebelum Mr. Kim bertanya. "Ohohohoho.. Ji Yeon-ah.. Kau makin cantik," Mr. Kim tertawa khas ajussi. Soyeon kemudian duduk di ruang keluarga, tanpa banyak bicara.
            "Ehm...," Mr. Kim berdehem, "Baiklah.. sekarang saya akan membacakan wasiat dari eomma kalian,". Ji Yeon menyiapkan hatinya, dan berusaha bersikap tenang. "Soyeon-ah, Ji Yeon-ah. Ini adalah pesan terakhir dari eomma," Mr. Kim mulai membacakan surat wasiat itu.
            "Eomma berharap kalian tidak terpisah seperti janji kalian pada eomma dulu. Pertama-tama, eomma mau meminta maaf pada kalian berdua, karena telah meninggalkan kalian berdua. Soyeon-ah, eomma minta maaf. Selama ini, mungkin kamu merasa eomma lebih menyayangi Ji Yeon. Tapi jujur, eomma juga sayang sama kamu, sama seperti eomma sayang pada Ji Yeon," Mr. Kim sengaja menghentikan pembacaan surat.
            Soyeon tak dapat menyembunyikan ekspresi sedihnya saat mendengar itu. Ji Yeon memperhatikan wajah eonninya, ia ingin sekali menggenggam tangan eonni nya, tapi tidak untuk sekarang. "Soyeon-ah, eomma minta kalian berdua bisa akur. Tak bertengkar lagi. Soyeon-ah, belajar lah dengan giat. Eomma yakin kau akan menjadi desainer terkenal suatu saat nanti. Ji Yeon-ah..," Mr. Kim kembali berhenti membacakannya. Tak ada yang protes, mereka semua terlarut pada pikiran masing-masing.
            "Ji Yeon-ah, eomma harap kamu baik-baik saja. Eomma juga minta maaf, telah meninggalkan kamu dan kakakmu berdua. Ji Yeon-ah, berjuanglah, jangan pantang menyerah. Jangan bersedih jika ada orang yang mencelamu, kau itu cantik sama seperti eonnimu,". Ji Yeon tersenyum mendengar surat eommanya itu. Tanpa sadar, Soyeon menyunggingkan senyum juga, walaupun sebentar.
            "Berikutnya, saya akan membacakan pembagian harta warisan," kata Mr. Kim sambil mengambil map berwarna merah. "Apa kalian sudah siap?," tanya Mr. Kim sambil memperhatikan Ji Yeon dan Soyeon. Mereka berdua mengangguk hampir bersamaan. "Harta yang dimiliki oleh Park Sajangnim berupa rumah ini, sebidang tanah di daerah Itaewon, dan juga tabungan senilai 1 Milyar won," kata Mr. Kim berhasil membuat Ji Yeon menganga tak percaya. Ibu nya yang terkenal sederhana, ternyata memiliki uang yang cukup banyak. Belum lagi dengan sebidang tanah di Itaewon. "Saya akan memberi tahu pembagian hartanya. Pertama, tanah yang ada di Itaewon yang memiliki luas 500 meter persegi akan di bagi 2. Masing-masing mendapatkan 250 meter persegi. Kedua, rumah ini, dimiliki oleh kalian berdua. Ketiga, tabungan bernilai 1 Milyar won adalah untuk keperluan hidup kalian selama belum mendapatkan pekerjaan,".
            Ji Yeon tersenyum, merasa ibu nya telah membagi adil harta warisan itu. "Apakah selain itu, ibu ada menitipkan pesan lagi, Mr. Kim?," tanya Ji Yeon. Mr. Kim menggeleng, ia kemudian melihat Soyeon, "Soyeon-ssi, apakah anda keberatan dengan pembagian ini?,". Soyeon menggeleng pelan, "Ternyata eomma masih memperdulikanku," gumamnya pelan tapi masih bisa di dengar oleh Ji Yeon. Rasanya, semua kekesalannya pada eomma hilang begitu saja, sesaat setelah mendengarkan pesan terakhir eommanya.
            Mr. Kim kemudian menyerahkan surat wasiat itu untuk di tandatangani oleh Soyeon dan Ji Yeon. Mereka awalnya sedikit ragu, tapi pada akhirnya surat itu mereka tanda tangani. Setelah Mr. Kim pulang, Soyeon berjalan ke dapur, membuat kan jus jeruk untuk Ji Yeon.
            "Eonni...," panggil Ji Yeon pelan. "Um..," balas Soyeon. Ji Yeon sedikit ragu membuka mulutnya, "Eonni masih mau menerimaku untuk tinggal disini?,". Soyeon mengangguk pelan, "Kau masih adikku,". Ji Yeon tersenyum mendengar ucapan itu keluar dari mulut eonninya. Ia merasa ingin memeluk Soyeon saat itu juga, tapi dia masih takut Soyeon akan salah paham.
            Soyeon kemudian mengambil jus jeruk yang ia buat, meletakkannya di meja makan, dan berkata, "Duduklah disini. Kita bicara sebentar,". Ji Yeon duduk sesuai perintah, untuk beberapa detik mereka merasa canggung satu sama lain.
            "Jal jinnae?," tanya Soyeon membuka pembicaraan. "Um," ucap Ji Yeon sambil mengangguk, "Eonni?,". Soyeon mengangguk, "Aku baik. Aku lihat, kau sekarang sudah langsing," kata Soyeon sambil mempehatikan bentuk tubuh Ji Yeon. "Ne, eonni. Selama aku di Samsung apathe, aku rutin pergi ke gym," jawab Ji Yeon bersemangat. "Apakah bukan karena buku itu?," Soyeon mengungkit-ungkit tentang buku JOURNEY. Pikiran Ji Yeon tiba-tiba teringat pada Thunder, "Thunder," ucapnya lirih. "Mworago?," tanya Soyeon bingung.
            Ji Yeon berpikir sebentar, apakah boleh dia mengatakan pada eonninya. "Salah satunya karena buku itu, aku bisa jadi seperti ini. Dan juga Thunder," kata Ji Yeon tersenyum. "Thunder?," tanya Soyeon penasaran. "Dia adalah utusan dari kahyangan yang telah membuat hidupku berubah," jawab Ji Yeon. Dia kembali teringat pada Thunder.
            "Dimana dia sekarang?," tanya Soyeon. Dia semakin penasaran dengan cerita adiknya itu. "Entahlah eon.. Dia mungkin menemui ku suatu saat nanti," kata Ji Yeon. Tak terasa pipinya telah basah dengan air mata. Soyeon melihat itu, lalu mengusap pipi Ji Yeon. "Kau pasti sangat menyukainya," kata Soyeon sambil tersenyum. Baru kali ini, Soyeon tersenyum di hadapan Ji Yeon, sama seperti saat mereka kecil dulu. "Suka?," tanya Ji Yeon ragu. Dia juga belum menyadari perasaan apa yang ia rasakan dengan Thunder.
            Soyeon mengangguk, "Ya.. itu namanya suka. Walaupun kau tak tau kapan Thunder itu akan kembali, tapi kau tetap menunggunya, bahkan sampai menangis,". Ji Yeon terpana dengan segala kebaikan Soyeon hari ini. Ji Yeon memikirkan ulang ucapan eonninya. Apakah dia benar menyukai Thunder?
*****
            Dong Woon mengirimkan SMS pada Ji Yeon. Dia memberitahukan bahwa Gayoon sudah memberitahu kahyangan mengenai Thunder. Ji Yeon hanya tinggal menunggu Thunder kembali. Perasaan Ji Yeon bercampur aduk sekarang, antara senang dan sedih. Senang karena Thunder akan kembali, tapi sedih karena dia harus menunggu Thunder kembali entah sampai kapan.
            "Ji Yeon-ah, makan malam sudah siap. Ayo, makan dulu," suara Soyeon terdengar dari balik pintu kamar Ji Yeon. "Ne, eonni," sahut Ji Yeon. Ia pergi ke ruang makan, dan mendapati berbagai macam masakan terhidang di meja makan. "Ini, sup ayam ginseng untukmu. Kau pasti capek kan memikirkan Thunder itu? Dan juga.. ini ganti sup ayam ginseng yang aku rebut dulu," kata Soyeon merasa bersalah.
            "Gwaenchana, eonni. Aku tak ambil hati tentang itu. Gomawo," kata Ji Yeon terharu dengan sikap eonninya. Soyeon tersenyum.
*****
            Ji Yeon mengambil gaun berwarna soft pink yang tergantung bersama gaun-gaun anggun lainnya. "Bersiap, setengah jam lagi, show akan dimulai," seorang staf bernama Hyun Sang menghampiri Ji Yeon. "Ne, eonni..," jawab Ji Yeon, ia lalu berjalan ke ruang ganti. Beberapa menit kemudian, Ji Yeon sudah tampil anggun dengan gaun tadi. "Wah.. kau memang cantik memakai baju apapun," sahut Soyeon. Ji Yeon tersenyum, "Ini kan juga rancangan eonni,".
            Ji Yeon kemudian berjalan ke belakang panggung, "Kau lihat? Aku sekarang sudah dikenal banyak orang," gumam Ji Yeon pelan, berharap Thunder mendengarnya dari kahyangan. Sudah 6 bulan, Ji Yeon masih menunggu Thunder kembali. Dia yakin Thunder pasti akan kembali. Kini, dia sudah menjadi seorang model. Dan Soyeon sudah menjadi designer sesuai cita-citanya.
            Panggung mulai terang, dihiasi oleh cahaya berwarna-warni yang siap menyambut para model memperagakan busana para designer. Ji Yeon melangkah dengan hati-hati, berjalan di atas catwalk, sambil tersenyum. Diikuti oleh model-model yang tak kalah cantik lainnya. Banyak orang bertepuk tangan karenanya. Sangat berbeda jauh saat ia masih SMA dulu. Hanya hujatan dan cemooh yang ia dapat. Tapi sekarang pujian, dan tepuk tangan selalu ia dapat.
            Show berjalan dengan sangat baik. Banyak yang tertarik dengan gaun rancangan Soyeon, dan tak segan membayar mahal untuk mendapatkan gaun impian mereka. Ji Yeon melihat dari jauh, Soyeon dikerubuti oleh para pejabat, dan pecinta mode. "Ji Yeon-ah.. ada surat untukmu," Hyun Sang menyerahkan surat beramplop biru langit pada Ji Yeon. Ji Yeon membukanya, dan membacanya dengan seksama.

To: Ji Yeon
            Datanglah ke Samsung apathe pukul 5 sore, hari ini. Bawa buku tua JOURNEY juga.
From: Kahyangan

            Ji Yeon menutup mulutnya tak percaya, "Thunder?," gumamnya pelan. Dia segera menemui Soyeon untuk izin pulang ke rumah duluan. Setelah itu, ia segera mencari buku JOURNEY yang ia simpan di meja belajarnya, lalu segera pergi ke apartemen Samsung.
            Saat di apartemen Samsung, dia melihat jam. 4 sore. Masih ada 1 jam lagi. Dia duduk di taman dekat apartemen itu. Ji Yeon melihat pemandangan sekelilingnya. Masih seperti dulu, tak ada yang berubah. Begitu pula dengan memorinya tentang Thunder. Saat dimana dia bersama dengan Thunder selama 3 minggu dan pada akhirnya Thunder menghilang secara tiba-tiba.
            Tak terasa, hanya dengan termenung, 1 jam sudah berlalu. Ji Yeon melirik kesana-kemari, berharap ia menemui Thunder sekarang juga. "Thunder.. Eodiseoyo?," tanya Ji Yeon sedikit berteriak. "Kau mencari journeyermu?," tiba-tiba Pak Tua yang dulu ia temui saat pulang sekolah, muncul di hadapan Ji Yeon. Hampir saja Ji Yeon terlonjak kaget. "Bapak..,". Pak tua menarik tangan Ji Yeon untuk duduk. "Kau telah sukses?," tanya Pak tua tanpa basa-basi.
            Ji Yeon mengangguk ragu, "Belum bisa dibilang sukses, pak. Saya baru sebagai model amatiran, belum profesional," kata Ji Yeon merendah. Pak tua itu hanya tersenyum, "Sesuai janjiku, aku akan menagih hutangmu,". Ji Yeon mengeluarkan dompetnya, "Berapa pak?,". Pak tua itu tertawa, "Haha.. aku tak kan meminta uang. Aku hanya ingin meminta kau mengembalikan buku JOURNEY yang kau beli waktu itu. Kau membawanya?,".
            Ji Yeon mengangguk, lalu mengambil buku itu dan menyerahkannya pada Pak tua. Saat Pak tua itu sudah menerimanya, pandangan mata Ji Yeon terus tertuju pada buku yang telah membawa dia ke banyak pengalaman. Dia seakan tak rela menyerahkan buku itu. "Kau akan mendapat gantinya," kata Pak tua tiba-tiba. Ji Yeon tak mengerti ucapan Pak tua itu. Tiba-tiba, dalam sekejap mata, Pak tua itu menghilang di hadapan Ji Yeon.
            "Pak.. Pak..," Ji Yeon memanggil Pak tua itu, tapi tak ada jawaban. Tiba-tiba dia teringat saat dimana dia kehilangan Thunder, yang juga tiba-tiba menghilang di depan matanya. Pandangannya kembali kosong. "Kau sudah menunggu lama?," suara seorang namja tiba-tiba mengagetkan Ji Yeon. Ji Yeon menoleh ke sumber suara, dan ternyata itu adalah Thunder!
            Ji Yeon berdiri, mematung beberapa saat, sambil menatap namja di depannya. Tak salah lagi, itu adalah Thunder.
            Dia segera berlari, memeluk Thunder, dan dibalas pelukan yang hangat oleh Thunder. "Kau Thunder, kan?," tanya Ji Yeon saat mereka sudah melepaskan pelukannya. Thunder memasang tampang kesal, "Tentu saja! Aku Thunder,". Ji Yeon tersenyum, menatap mata Thunder, dan kemudian menangis. Thunder memeluk Ji Yeon lagi. "Uljima, Ji Yeon-ah..," bisik Thunder. Ji Yeon menahan tangisnya, "Bagaimana aku tidak menangis?!," katanya masih di dalam pelukan Thunder.
            Ji Yeon melepaskan pelukan mereka, kemudian menatap mata Thunder. "Kenapa kau lama sekali?!," sahut Ji Yeon kesal. Thunder menundukkan kepalanya, "Mianhae, Ji Yeon-ah. Butuh waktu yang lama, agar aku bisa menjadi manusia lagi,". Ji Yeon sedikit tak percaya, "Manusia lagi? Kau menjadi manusia?,". Thunder mengangguk, "Aku diberi kesempatan menjadi manusia, yah.. tapi kendalanya, aku harus menunggu lama untuk itu,".
            "Kau selama ini dimana? Di neraka?," tanya Ji Yeon khawatir. Thunder hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaaan Ji Yeon. Ia rasa, itu tak perlu di perbincangkan.
            Tiba-tiba saja, air mata Ji Yeon jatuh. Thunder menatapnya, menghapus air matanya dan berkata, “Dwaesseo.. nan gwaenchana,”. Ji Yeon masih terisak. Thunder mendekatkan wajahnya, dan mencium bibir Ji Yeon lembut.
            Setelah itu, Thunder melepas ciumannya, lalu menjauhkan wajahnya dari Ji Yeon. Dilihatnya, Ji Yeon tak lagi menangis, hanya bisa menatapnya. Thunder tersenyum, tanpa bicara apa-apa.
*****
            Ji Yeon dan Thunder kini sudah bisa berbincang-bincang di tempat yang ramai. Tak ada lagi yang menganggap Ji Yeon gila karena berbicara sendiri. "Ji Yeon-ah, gomawo-yo. Berkatmu, aku bisa kembali ke sini," kata Thunder tersenyum. Ji Yeon tersenyum, "Yah, itu perkara mudah. Aku hanya akan menjadi journeyer setelah aku meninggal nanti. Ya kan?,". Ji Yeon menyeruput jus jeruknya, "Dan aku pastinya tak kan menjadi journeyer menyebalkan sepertimu,". Ji Yeon tersenyum kecil, menatap Thunder yang membalas tatapannya.
            Thunder mendekatkan wajahnya, sementara Ji Yeon menutup mata. "Saranghae..," ucap Thunder pelan, kemudian menjauhkan wajahnya. Ji Yeon membuka matanya. Mendapati Thunder yang terkekeh di tempat duduknya. "Bagaimana nasib Dong Woon dan Gayoon?," tanya Thunder mengalihkan pembicaraan. Ji Yeon sebenarnya mendengar ucapan Thunder tadi, tapi ia berpura-pura tak menanggapi dan ikut membicarakan Dong Woon dan Gayoon, "Aku belum pernah ke sana lagi. Bagaimana kalau kita kesana? Gayoon mungkin sudah tak ada lagi,".
*****
            Ji Yeon dan Thunder terkejut saat mengetahui siapa yang membukakan pintu apartemen Dong Woon. Gayoon ternyata masih tinggal disana. "Gayoon-ssi, bagaimana mungkin kau masih di sini? Ini sudah lama sekali," kata Ji Yeon saat dipersilahkan masuk. Gayoon tersenyum, "Kami mengikuti jejak kalian,". Thunder dan Ji Yeon saling berpandangan, seperti berbicara melalui kontak batin. "Jadi, Dong Woon akan menjadi journeyer juga? Dimana dia sekarang?," tanya Thunder. Gayoon tersenyum, "Oppa sedang bekerja,".
*****
            "Jadi ini yang namanya Thunder?," tanya Soyeon. Lebih tepat, ia disebut sedang mengintrogasi orang bernama Thunder. Ji Yeon mengangguk, "Dia sudah menjadi manusia,". Soyeon bingung dengan kata-kata Ji Yeon, "Apa maksudmu?,". Ji Yeon tersenyum, "Aku akan ceritakan pada eonni suatu saat nanti,". Thunder hanya tersenyum. Dia senang melihat hubungan Ji Yeon dan Soyeon sudah membaik. Tak menyangka, Soyeon bisa sebaik seperti sekarang. Setelah itu Soyeon kembali menginterogasi Thunder. Dia merasa Ji Yeon harus mendapat namja yang baik, bukan yang hidung belang.
            "Kau akan menikahinya?," celetuk Soyeon tiba-tiba. Ji Yeon terkejut dengan pertanyaan itu. Menikah apanya? Mereka bahkan belum tau perasaan masing-masing, oh tidak, Ji Yeon sudah tahu perasaan Thunder. "Jika Ji Yeon setuju, kami akan menikah," jawab Thunder yang dibalas oleh Ji Yeon dengan mata melotot. Soyeon tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, "Ya sudah, kalian bicarakan saja sekarang. Aku mau ke kamar dulu,". Soyeon kemudian terkekeh sambil menuju kamarnya.
            "Ya! Apanya yang menikah!," Ji Yeon tiba-tiba teriak. "Apa yang salah? Bukannya kau juga menyukaiku?," Thunder balik bertanya dengan santai. "Aniyo.. bukan itu.. maksudku, kita bahkan belum tahu perasaan masing-masing yang sebenarnya," kata Ji Yeon merendahkan suaranya. "Johahae, saranghae. Kau?," kata Thunder tanpa banyak basa-basi. Ji Yeon sedikit terkejut, dan sekarang pipinya sudah seperti tomat. Dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi gengsinya terlalu tinggi. Dia hanya mengangguk. Tapi, saat itu Thunder tahu, bahwa selanjutnya ia akan selalu berada di samping Ji Yeon.

-TAMAT-

NB: Ah~ finally, ceritanya tamat sudah... Sebenarnya pribadi, aku sendiri sedih, jadi nggak bisa deket-deket dengan karakter Jiyeon dan Thunder lagi disini  (?). Buat someone yang udah maksa-maksa banget buat di post, nih, udah di postkan kak.. hehe ^^v
Makasih buat yang udah mau baca FF series ini, dan jangan lupa buat RCL ya (Read, Like, Comment). Jangan lupa juga buat mampir-mampir ke blog ini untuk baca FF lainnya :D
Annyeong~~~~ 

5 komentar:

  1. uwawww.... kereeennn..
    ampe teriak2 bacanya.
    akhirnya setelah menunggu ff ini tamat juga.
    bagus bagus bagus.

    BalasHapus
  2. makasih udah baca :D

    wah, seneng deh ada yg seneng sama FF nya :)
    thanks ya...

    BalasHapus
  3. makasih udah baca, yanra :D
    seneng deh kamu mampir ke blog kami.

    -wawa-

    BalasHapus
  4. Kereeenn ...bikin ff jiyeon lagiii yaaaa^^ mian baru komen..cz q jg br baca hihihihj

    BalasHapus

Kalian sudah membacanya? Saran? Kritik?
Silahkan tulis komentar kalian ^^

Hargai karya author disini dengan komentar-komentar kalian ^^