Kamis, 21 Juli 2011

[FanFiction] Project from Sky Part 3


Annyeong... Ini dia lanjutan dari cerita Project from Sky.
See also: [Part 1][Part 2]

Author: uno_wa
Genre: Romance, Fantasy
Casts:
- Jiyeon (T-ara)
- Thunder (MBLAQ)
- Soyeon (T-ara)
- Dong Woon (BEAST)
- Gayoon (4Minute)
- Kim Jong Kook
- Mr. Kim (OC)
- Han Hyun Sang (OC)


             Thunder pun terkejut dengan teriakan Soyeon. Soyeon kemudian melepaskan cengkramannya dan pergi ke lantai bawah. Thunder menjadi kesal, dia bersiap untuk melakukan sesuatu dengan tongkatnya, sebelum di cegah oleh Ji Yeon. "Dwaesseo.. Dia hanya marah sebentar," kata Ji Yeon menenangkan Thunder. Ji Yeon berjalan masuk ke kamarnya, "Ya! Bagaimana kau tak membalasnya. Dia sudah sekejam itu padamu!," Thunder berkata dengan kesal.
            Ji Yeon duduk di meja belajarnya, menatap sungai Han, lalu membuka buku tua di atas meja. "Ya! Mau apa kau dengan buku itu?," Thunder tiba-tiba khawatir dengan apa yang akan di lakukan oleh Ji Yeon. Tapi, Ji Yeon tampaknya tak menggubris ucapan Thunder. "Disini tertulis, jika buku ini rusak, maka program ini akan batal kan?," tanya Ji Yeon pada Thunder, sambil terus membaca peraturan JOURNEY.
            "Memangnya kau mau apa?," tanya Thunder bingung. "Jangan bilang, kau akan merusak buku itu..," Thunder mendekati Ji Yeon dengan waspada. Takut apa yang dipikirkannya benar-benar terjadi. Ji Yeon mengambil gunting dari laci meja, dan mendekatkan gunting itu pada buku tua. "Kalau iya, memangnya kenapa?," kata Ji Yeon, membuat Thunder terkejut.
            Ji Yeon memegang gunting dan mendekatkannya pada buku itu, saat ia akan menggunting buku itu, Thunder tiba-tiba terduduk di lantai. Ji Yeon terkejut, melepaskan gunting dari tangannya. "Ka-kau.. kenapa?," tanya Ji Yeon terkejut melihat Thunder sudah ada di depannya, bersujud di hadapannya. "Jal motaesseo. Mianhaeyo," Thunder berkata pelan.
            "Ta..," ucapan Ji Yeon terhenti karena Thunder kembali meminta maaf, "Mianhaeyo, Ji Yeon-ah. Aku minta maaf. Karena aku, kau di bentak oleh Soyeon. Karena aku juga, kau menderita. Mianhae, Ji Yeon-ah,". Thunder tak bergerak dari tempatnya. Ji Yeon melirik ke arah gunting di mejanya, lalu meletakkannya kembali ke laci meja. Ditutupnya buku tua itu, disimpannya juga ke laci meja. Ji Yeon dengan susah payah, meraih bahu Thunder yang sedang bersujud, "Berdirilah,". Thunder tak bergerak. "Aku bilang, berdiri. Maafkan aku. Aku tak akan mencoba untuk merusaknya lagi," kata Ji Yeon pelan.
            Thunder berdiri dan melihat meja Ji Yeon bersih dari buku dan gunting. Thunder duduk di kasur Ji Yeon. "Maafkan aku," sahut Thunder. "Sudahlah, kita sama-sama bersalah. Lupakan saja kejadian tadi," sahut Ji Yeon, "Memangnya kenapa sih kau nggak mau program itu batal?," tanya Ji Yeon. Thunder tiba-tiba sedih, tapi tetap bercerita, "Aku sebenarnya dulu manusia, tapi karena suatu hal, aku meninggal. Tapi, saat itu aku belum ingin pergi dari dunia ini, jadi aku memutuskan untuk menjadi Journeyer. Bila tugasku ini gagal, maka aku akan segera pergi dari dunia ini,". Ji Yeon jadi ikut bersedih, "Oh, jadi kau masih ada urusan di dunia?,". Thunder mengangguk. "Berarti aku benar, kau itu hantu," kata Ji Yeon. "Hantu dan Journeyer berbeda. Hantu hanyalah arwah yang tak mau mengabdi pada kahyangan, padahal mereka diharuskan. Sedangkan Journeyer, seperti aku, adalah arwah yang patuh pada kahyangan. Baik itu dulunya hantu atau arwah biasa sepertiku,"
*****
            Aroma ginseng sudah menyebar ke seluruh sudut di rumah kecil itu. Ji Yeon mengambil sedikit kuah sup di dalam panci yang masih panas, mencicipinya, lalu tersenyum. "Mashitta!," kata Ji Yeon sambil melirik Thunder. "Benarkan aku bilang... Coba kalau tak ada aku, makanan ini pasti tak seenak seperti sekarang," sahut Thunder membanggakan diri sendiri (lagi). Ji Yeon hanya tersenyum, "Kau tak makan?," tanya Ji Yeon. Dia baru ingat, sejak hari pertama mereka bertemu, Thunder hanya makan snack yang ada di kamarnya. "Sebenarnya aku mendapatkan jatah makan dari kahyangan setiap hari. Itu lah keuntungan menjadi journeyer," jawab Thunder dengan santai.
            "Tapi, kenapa kau terus memakan snack ku?," tanya Ji Yeon sambil mematikan kompor. Sup ayam ginseng itu telah masak, dan tinggal di hidangkan di meja makan. "Supaya kau tak bisa memakan snackmu," jawab Thunder, lalu ia duduk di meja makan. "Ya! Kenapa kau duduk disitu? Kau kan tak ikut makan,". Thunder diam, ia tak menjawab. "Setelah kejadian kemarin, kau jadi gila ya, gendut," suara Soyeon yang menuruni tangga membuat Ji Yeon menoleh.
            Ji Yeon tersenyum, "Eonni.. ini sup ayam ginseng nya. Mari kita makan,". Ji Yeon kemudian duduk di samping Thunder. "Apa ada lauk lain selain ini?," tanya Soyeon. Nada bicaranya cukup lembut, tak seperti biasanya. Ji Yeon berdiri, lalu mengecek makanan di lemari. "Masih ada, eonni. Ada tahu, dan kimchi sisa kemarin," kata Ji Yeon, kemudian ia membawa makanan itu ke meja makan.
            Soyeon menarik sup ayam ginseng mendekat ke dirinya. "Kau boleh memakan semua kimchi dan tahunya," kata Soyeon. Dia meletakkan tahu dan kimchi ke dekat Ji Yeon. "Tapi, karena kejadian tadi malam, kau tak boleh memakan sup ayam ginseng. Ara?," Soyeon tampak senang saat melihat Ji Yeon mengangguk pelan. Thunder mengumpat Soyeon, dia tak terima Ji Yeon diperlakukan begitu buruk di rumah ini.
            "Ji Yeon-ah, bagaimana kalau kau pindah dari rumah ini?," tanya Thunder tiba-tiba. Saking kagetnya, Ji Yeon tersedak, dan segera minum. "Kau kenapa? Tiba-tiba tersedak," kata Soyeon sambil memandang aneh Ji Yeon. Karena tersedak tadi, Ji Yeon tak mendengar apa yang dikatakan Soyeon. Dia hanya melanjutkan makan tanpa bicara apa-apa lagi.
*****
            "Aku telah berjanji pada eomma, aku tak kan pisah dengan eonni," kata Ji Yeon. Sudah berulang kali ia mengucapkan itu pada Thunder. Thunder tetap bersikeras agar Ji Yeon pindah rumah, supaya tak diganggu lagi oleh Soyeon. "Kau kan tak pisah dengan eonni-mu itu. Kau hanya pindah rumah. Pindah rumah bukan berarti berpisah kan?," Thunder ternyata keras kepala. "Apa pada saat kau masih menjadi manusia, kau sekeras kepala dan secerewet ini?," tanya Ji Yeon blak-blakan. "Ya, memang. Kau juga, apa kau dari dulu memang suka bertanya seperti ini?," tanya Thunder balik. Ji Yeon mengangguk.
            "Hah.. Jinja..," Thunder mengeluh. Beberapa saat, mereka diam, tapi tiba-tiba Thunder tersenyum. Senyum misterius.
*****
            Ji Yeon mengepak barang-barangnya. Baju-baju berukuran XL memenuhi koper lusuh berwarna merah itu. Thunder membantu Ji Yeon menata barang-barang yang akan dibawa. Beberapa menit kemudian, semua barang Ji Yeon telah di masukkan ke dalam 3 koper. Ji Yeon membawa koper-koper tersebut ke halaman rumah. Soyeon memperhatikan Ji Yeon sambil tersenyum.
            Sesampainya di luar rumah, dia memberhentikan taksi yang lewat. Setelah memasukkan barang-barangnya ke koper, dia memperhatikan rumahnya dan mendesah pelan. "Hati-hati di jalan ya, dongsaeng-ku," Soyeon tersenyum manis. Manis tapi palsu. Ji Yeon hanya tersenyum kecut, mengingat dia akan meninggalkan rumah nya. Ji Yeon masuk ke dalam taksi yang di dalamnya sudah ada Thunder.
            "Samsung apathe, ajussi," Ji Yeon menyebutkan apartemen barunya. Supir taksi segera menuju ke tempat yang di tuju. Ji Yeon, hanya bisa melihat rumahnya dengan tatapan sedih sampai rumah itu tak terlihat lagi. "Sudah.. mungkin ini yang terbaik," kata Thunder mencoba menghibur Ji Yeon. Ji Yeon mendesah pelan, dia tak menyalahkan eonninya. Dia hanya sedih meninggalkan rumah itu walaupun hanya 1 bulan. Yah, 1 bulan. "Ya, aku masih bisa pulang setelah 1 bulan. Dan semuanya akan menjadi baik-baik saja," kata Ji Yeon pada Thunder. Tapi, supir taksi menganggap Ji Yeon berbicara sendiri.
*****
            "Sudahlah.. dia kan berjanji akan hadir pada pertemuan dengan Mr. Kim 1 bulan lagi. Dan saat itu, kau juga bisa pulang," Thunder menghibur Ji Yeon lagi, sambil menolong Ji Yeon meletakkan pakaian Ji Yeon ke lemari. "Tapi, 1 bulan itu lama," keluh Ji Yeon. Ji Yeon meletakkan buku tua di meja belajar barunya. Meja itu menghadap keluar apartemen, tapi bukan sungai Han yang ia lihat. Hanya bangunan tinggi lainnya.
            "Tempatmu sekarang lebih bagus, lebih tenang," kata Thunder sambil memperhatikan setiap sudut ruangan. Ji Yeon duduk di kasur barunya, "Yah, semuanya serba baru,". "Ada baiknya kau berkenalan dengan tetanggamu," usul Thunder supaya Ji Yeon tak bersedih terus. Ji Yeon tersenyum menyetujui usul Thunder. Ia kemudian keluar dari apartemennya, dan memencet bel apartemen di sebelahnya. Pemilik apartemen membukakan pintu, dan melihat Ji Yeon. "Nuguseyo?," tanya yeoja pemilik apartemen itu. "Annyeong haseyo, eomonim. Joneun Ji Yeon imnida. Bangapseumnida. Saya tinggal di sana," Ji Yeon menunjuk apartemennya. "Ah, ne. Kau ini sebenarnya cantik, tapi sayang gendut ya," ibu itu tertawa, tak merasa bersalah dengan ucapannya tadi. Ji Yeon hanya tersenyum kecut. Bahkan orang yang baru ia kenal pun, tanpa ragu memojokkannya.
            "Ah, mianhaeyo. Aku tak bermaksud mengejekmu, Ji Yeon-ah," kata ibu itu tiba-tiba. "Ah, gwaenchanayo, eomonim,". Ibu itu menggeleng, "Aniyo.. Aku bersalah. Sebagai permintaan maaf...," ibu itu masuk ke dalam apartemennya, lalu kembali lagi menemui Ji Yeon sambil menenteng kantung plastik. "Ini ada goguma. Ambillah," ibu itu menyerahkan kantung plastik itu pada Ji Yeon. Ji Yeon berterimakasih, lalu kembali ke apartemennya.
            "Gomawo yo, Thunder..," kata Ji Yeon tiba-tiba saat mereka kembali ke apartemen. Thunder mengangkat alisnya, "Untuk apa?,". "Pasti kau yang telah membuat ibu itu tiba-tiba baik padaku. Ya kan?," tanya Ji Yeon menerka-nerka. Thunder hanya tersenyum, lalu mengambil kantung plastik yang tadi diberikan. Dia memasukkan goguma ke dalam sebuah piring, sambil memilah-milah. Ada yang kecil, dan besar. "Ini untukmu," Thunder menyerahkan piring yang berisi goguma kecil dan hanya 2 buah pada Ji Yeon.
            Ji Yeon melihat piring yang satunya lagi. "Hah? Untukku kau berikan yang sekecil dan sedikit ini. Sedangkan untuk kau sendiri, sengaja mengambil yang besar dan banyak! Dasar hantu rakus,". Thunder hanya terkekeh melihat Ji Yeon kesal.
*****
Thunder POV
            Hawa apa ini? Dingin dan gelap. Seperti pertama kali aku datang ke kahyangan. Ada apa ini?. "Ada apa, Thunder? Kau kelihatan pucat," Ji Yeon memperhatikan wajahku. "A-aku tidak tahu mengapa. Hawa ini...," aku tercekat, berhenti berbicara saat aku melihat seorang yeoja berambut panjang berdiri dengan menatap ke arahku. Ji Yeon menoleh mengikuti pandangan mataku. "Ah- annyeong haseyo. Kau tinggal di Samsung apartemen?," Ji Yeon bertanya pada namja di depan yeoja tadi. Yeoja itu tersenyum padaku. Apa aku mengenalnya? Mengapa dia seperti melihat ke arahku?
            "Ne, Joneun Dong woon imnida," sahut namja bernama Dongwoon itu pada Ji Yeon dan juga padaku, "Joneun Ji Yeon imnida,". Padaku? Tidak, aku pasti salah. Dia manusia, sama seperti Ji Yeon. Tak mungkin melihatku, kecuali dia... "Kau journeyer?," yeoja misterius itu bertanya padaku. Hah? Jangan-jangan dia juga journeyer. "Ne.. aku journeyer," aku masih tak percaya. Aku bisa bertemu journeyer disini. Pantas saja aku merasakan hawa-hawa aneh ini. Dunia begitu sempit.
            "Ah- Ji Yeon-ssi punya journeyer juga?," pemuda bernama Dongwoon itu memperhatikanku. Hah.. ternyata benar dia juga memiliki journeyer. Sungguh tak bisa di percaya!

-TBC-

PS: Jeongmal chweseonghamnida, kalau FF nya mengecewakan.. :(
Dan jeongmal gamsahamnida untuk readers yang sudah mau menyempatkan waktu luang nya buat baca FF saya *bow*. 
Juga terima kasih buat Anindya Hediana, yang sudah mau sempet buatin cover FF nya yang keren ini.. :)
Terimakasih juga buat chingu ku yang mensupport aku untuk terus melanjutkan FF ini... *kebanyakan thanks to nya nih author*.. hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalian sudah membacanya? Saran? Kritik?
Silahkan tulis komentar kalian ^^

Hargai karya author disini dengan komentar-komentar kalian ^^