Senin, 12 September 2011

[Fan Fiction] My First and Last Boyfriend


Author: uno_wa
Casts: Hyun In, Donghae, Hara, Min Rin
Genre: Romantis

            “Donghae-ya.. Ke kantin yuk..,” pinta Hyun In. Belum sempat Donghae menjawab, tangannya sudah ditarik oleh gadis itu. Dia mengikuti gadis itu ke kantin, dan membeli es krim untuk Hyun In. “Aku mau cokelat,” kata Hyun In menolak es krim Donghae. “Cokelat bisa merusak gigimu,” jawab Donghae.
            “Es krim juga,” sahut Hyun In sambil menunjuk es krim di tangan Donghae. “Ini pengecualian. Karena aku suka es krim, maka dibolehkan,” kata Donghae berkilah. Hyun In cemberut. Donghae tersenyum jahil padanya, “Akan ku belikan es krim untuk mu juga,”. Hyun In tak menolak. Selagi itu gratis, untuk apa di tolak.
            “Jadi.. sekarang teman sebangku, sudah jadi pacar nih?,” celetuk Hara di depan Hyun In dan Donghae. “Hara-ya..,” kata Hyun In salah tingkah. Dilihatnya Donghae hanya menunduk malu. “Ya (hei)! Kenapa diam saja..,” kata Hyun In lagi sambil menyikut lengan Donghae.
            “Oh.. oh, tentu saja tidak. Kami cuma teman kok,” kata Donghae pelan. Hara hanya tersenyum melihat kedua temannya itu salah tingkah.
&&&&&
            Seorang gadis yang memakai gaun pink sesekali menginjit di tengah keramaian. Tampaknya, dia sedang mencari seseorang. “Hyun In-ah…..,” teriak seseorang lalu menghampiri Hyun In. Hyun In memperhatikan orang itu dengan seksama, baru lah dia menyadari, “Hara-ya….,”. Hara dan Hyun In berpelukan. “Bogoshippeoyo… (Aku merindukanmu),” sahut Hara lalu memperhatikan tampilan Hyun In.
            “Neomu yeppeo (sangat cantik),” gumam Hara. Hyun In tersenyum, “Kau juga cantik,” katanya pada teman lamanya itu. “Senangnya… Kau mau ke Seoul untuk ikut acara reuni ini.. Bagaimana di Jeju? Enak?,”
tanya Hara. Hyun In mengangguk, “Tapi.. aku lebih menyukai Seoul,”.
            Hara tersenyum mendengar jawaban Hyun In. “Kau sudah bertemu dengan Donghae?,” tanya Hara. Hyun In baru sadar, kalau dia belum bertemu Donghae. Hyun In menggeleng. “Dia sekarang tampan! Dan juga katanya dia masuk ke Universitas Seoul loh..,” kata Hara. Hara lalu menarik tangan Hyun In untuk mencari Donghae.
            “Donghae-ya..,” teriak Hara setelah melihat Donghae. Hyun In tersenyum melihat Donghae. Hara lalu meninggalkan Hyun In dan Donghae berdua.
            “Annyeong (halo) Donghae-ya….,” sapa Hyun In ceria. Donghae tersenyum, ia terlihat canggung bertemu kembali dengan Hyun In. “A.. annyeong,”. Hyun In menyenggol tangan Donghae, “Kau jangan canggung begitu.. Ini aku, Hyun In,”. Donghae tetap saja canggung, sehingga Hyun In menariknya keluar dari keramaian, dan pergi menuju atap sekolah.
            “Um.. Bagaimana di Jeju?,” tanya Donghae pelan. Dirinya masih tak bisa menatap Hyun In. Hyun In tersenyum, “Tentu saja. Disana ada taman bunga, penduduknya ramah, dan juga tidak bising seperti di Seoul,”. “Jadi kamu tidak suka di Seoul?,” tanya Donghae lagi. Sekarang mereka sudah duduk di sebuah kursi yang ada di atap sekolah itu.
            “Tidak. Aku juga suka di Seoul. Disini, apapun yang kita perlukan, selalu ada. Disini juga ada Sungai Han. Teman-temanku juga banyak disini,” jawab Hyun In. Ia kemudian melihat ke arah Donghae.
            “Oh ya.. Chukkae (selamat)!,” sahut Hyun In sambil tersenyum cerah. Donghae mengangkat alisnya,
            “ Untuk apa?,”
“Bukankah kau masuk ke Universitas Seoul? Itu sebuah keberuntungan!,”
            “Itu bukan sebuah keberuntungan. Tapi, itu semua karena kemampuanku makanya diterima di Universitas Seoul,”
            “O…. benarkah?,” tanya Hyun In sambil tersenyum jahil.
            “Apakah kamu sudah lupa? Aku.. Juara umum di sekolah,” jawab Donghae bangga. Sepertinya kecanggungan antara mereka berdua, sudah hilang.
            Beberapa saat, mereka menikmati angin malam yang menerpa tubuh mereka berdua. Donghae sesekali melirik gadis di sampingnya. Dia merasa bahwa Hyun In makin cantik, tapi dia takut sekali untuk mengatakan itu.
            “Uhhuuk. Uhuuuk..,” Hyun In terbatuk. “Kamu sakit?,” tanya Donghae. Hyun In menggeleng, tapi tetap saja dia batuk lagi. Donghae menjadi sedikit cemas. Di letakan punggung tangannya ke dahi Hyun In, dan ia rasakan panas di tubuh Hyun In.
            “Panas. Kamu demam?,” tanya Donghae lagi. Hyun In kembali menggeleng. Lama kelamaan, wajah Hyun In pucat dan dipenuhi dengan keringat. Make-up nya pun sudah pudar, sehingga Donghae bisa melihat dengan jelas, wajah Hyun In yang pucat.
            “Mau pulang? Biar aku yang mengantarmu,” kata Donghae menawarkan bantuan, lalu berdiri. Hyun In tetap tak bergerak. “Ayolah.. kamu harus pulang, dan istirahat,” bujuk Donghae.
            Ia mengulurkan tangannya pada Hyun In. Hyun In tetap tak menyambut tangan itu. “Hyun In-ah…,”.
            “Besok, ada acara? Mau menemaniku ke Sungai Han?,” tanya Hyun In tiba-tiba. Donghae mengangguk, barulah Hyun In menyambut tangan Donghae, lalu berusaha berdiri. Setelah itu, Donghae membantunya untuk berjalan, karena Hyun In terkadang hampir jatuh saat berjalan.
            “Bagaimana bisa kamu datang ke sini, padahal kamu sedang sakit,” kata Donghae sedikit kesal. “Aku ingin bertemu denganmu,” jawab Hyun In. Donghae sedikit terkejut, tetapi kemudian tersenyum mendengar jawaban gadis itu.
&&&&&
            Hyun In tersenyum senang, saat angin menerpa tubuhnya. Donghae hanya duduk, sambil sesekali tersenyum melihat wajah Hyun In yang berseri-seri. “Begitu sukanya kah?,” tanya Donghae sedikit berteriak karena melawan angin yang cukup kuat berhembus di sekitar Sungai Han itu. Hyun In membalikkan badannya menghadap ke Donghae, “NE (Ya)!!,”. Hyun In berteriak senang.
            Donghae berdiri lalu mengikuti Hyun In dengan berdiri di sampingnya. Entah kenapa, Donghae sedikit gugup saat Hyun In melihat ke arahnya. Memang ada sesuatu yang ingin ia bicarakan, tapi ia tak tahu, kalau ia bisa segugup ini ketika akan mengatakan ‘itu’.
            Donghae menarik nafas panjang, lalu berkata, “Hyun In-ah,”. Hyun In segera menoleh cepat, ditatapnya mata Donghae dengan mata bulatnya itu. “Wae (kenapa)?,” tanya Hyun In.
            “Um.. ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,” kata Donghae gugup.
            “mm?,”
            “Kamu tahu.. Selama SMA, kita adalah teman sebangku,”
            “ya, tentu saja,”
            “Kita.. bahkan sering dikira oleh orang lain sudah berpacaran,”
            “ya, itu benar,”
            “Hyun In-ah, bisakah kamu tak merespon apa yang aku bicarakan,”
            “…”
            “Apakah ada orang yang kamu suka sekarang?,”
            “…”
            “Kenapa kamu diam?,” tanya Donghae sedikit kesal.
            “Kau menyuruhku untuk tidak merespon,” jawab Hyun In dengan nada tanpa bersalahnya. Donghae mengacak rambutnya, “Ya (hei).. Hyun In-ah, IQ mu sebenarnya berapa sih?,”.
            “Memangnya kenapa? Kau mau berkata bahwa aku ini ‘bodoh’?,” tanya Hyun In. Donghae segera menggeleng, “Tidak.. tidak kok,”. Sebenarnya, memang itulah yang mau dikatakan Donghae.
            Donghae melihat Hyun In tak percaya. Bagaimana bisa, hari yang ia kira akan menjadi romantis, saat Hyun In menerima cintanya tiba-tiba berubah menjadi berantakan. Entah itu salahnya, atau salah Hyun In.
            “Jangan cemberut gitu dong… Memangnya kau mau bicara apa?,” tanya Hyun In sambil tersenyum. “Oh, itu. Mm.. kau mau es krim?,” tanya Donghae, mengurungkan niatnya untuk menyatakan cinta pada Hyun In.
            “Cokelat,” jawab Hyun In. “Baiklah, untuk kali ini, aku akan membelikanmu cokelat,” kata Donghae yang membuat Hyun In tersenyum manis padanya.
&&&&&
            “Kamu mau cokelat?,” tanya Donghae pada Hyun In. Hyun In menggeleng pelan, “Aku mau es krim,”. Awalnya Donghae heran dengan pilihan Hyun In, tapi ia tetap menuruti permintaan Hyun In.
            “Ini,” Donghae menyodorkan es krim rasa cokelat ke Hyun In. Hyun In dengan wajahnya yang pucat menerima es krim itu dengan gembira. Donghae memperhatikan wajah Hyun In yang sama pucatnya dengan tadi malam, “Kamu masih sakit? Mukamu pucat,”. Hyun In tersenyum tipis, “Aniya (tidak). Aku baik-baik saja, hanya batuk,”.
            “Kapan kamu pulang ke Jeju?,” tanya Donghae. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia kurang senang Hyun In kembali ke Jeju. “Besok pagi. Appa menyuruhku untuk pulang besok,” jawab Hyun In. Raut wajahnya pun menunjukkan hal yang sama seperti Donghae.
            “Kamu ingat saat kita terakhir kali ke sini,” kata Donghae tiba-tiba. Hyun In hanya tersenyum sambil memandangi pemandangan di depannya. “Di sungai ini, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Tapi, karena kita berdebat, aku mengurungkan niatku untuk mengatakannya,” kata Donghae lagi membawa mereka berdua pada masa-masa itu.
            “Ya.. aku ingat, bukankah kau ingin membelikanku es krim?,” tanya Hyun In. Donghae menggeleng, “Pada waktu itu, bukan itu yang aku maksud. Aku ingin mengatakan..,”
            “Saranghae (Aku mencintaimu)..,” potong Hyun In. Donghae terbelalak, ditatapnya gadis disampingnya itu. “Mwo (apa)?,”. “Ya.. Saranghae.. Bukankah itu yang ingin kau katakan?,” tebak Hyun In.
            Donghae tak bisa menjawab. Hyun In segera menoleh ke arahnya lalu tersenyum, “Maafkan aku. Sebenarnya, aku sudah tahu kau akan mengatakan itu. Tapi, saat itu, aku masih sangat takut untuk mendengarnya,” gumam Hyun In.
            Donghae menatap Hyun In tak percaya. “Wae (kenapa)?,” tanya Donghae. Hyun In kembali mengarahkan pandangannya ke Sungai Han. “Entahlah, mungkin karena aku belum yakin dengan perasaanku sendiri,” jawab Hyun In.
            Donghae memberanikan diri bertanya, “Kalau sekarang?,”. Hyun In tersenyum, “Dulu.. aku pikir, aku akan melupakanmu selama aku di Jeju. Tapi, ternyata dugaanku salah. Aku masih saja mengingatmu,”. Donghae menatap Hyun In, “Jadi…,”
            Hyun In tersenyum, “Jadi?,”. “Jadi, kamu masih menyukaiku?,” tanya Donghae.
            “Kapan aku pernah bilang menyukaimu?,”
            “Ta.. tapi.. kamu bilang tentang Perasaan. Takut. Arggh!,” Donghae mulai bingung dengan kata-katanya sendiri.
            “Maja (benar).. Nan ajikdo saranghaeyo (Aku masih mencintaimu),”
            Donghae tersenyum senang mendengar kata-kata Hyun In. Tak sia-sia penantiannya selama 1 tahun menunggu saat dimana reuni di adakan, dan menyatakan perasaannya pada Hyun In.
            “Ah, tunggu dulu. Aku mau membelikanmu cokelat dan es krim!,” teriak Donghae girang.
&&&&&
“Hyun In menderita radang paru-paru,”
“Eomma (ibu).. ini tidak benar kan? Aku menderita radang paru-paru?,”
“Eomma.. eotteohkae (apa yang harus aku lakukan)?,”
“Appa.. (ayah),”
“Dia harus dirawat di rumah sakit,”
“Hyun In-ah, lebih baik kamu disini saja dulu. Jangan memaksakan diri untuk pergi ke Seoul,”
“Eomma.. ini mungkin kesempatan terakhirku untuk bertemu dengan teman lamaku. Bertemu dengan Donghae dan Hara, eomma,”
&&&&&
            “Mwo (apa)? Hyun In masuk rumah sakit?,” mata Donghae terbelalak kaget saat tau yeojachingu (teman perempuan/pacar)nya masuk ke rumah sakit. Padahal baru 2 hari yang lalu, ia bersama dengan Hyun In bersenang-senang di Sungai Han.
            “Arasseo (aku mengerti). Besok aku jemput kamu,” kata Donghae mengakhiri pembicaraan di telepon dengan Hara. Ia sudah berjanji untuk pergi ke Jeju besok, menjenguk Hyun In.
            Donghae pergi ke tempat tidurnya, menenangkan diri sejenak. Sempat terlintas di benaknya, bahwa Hyun In akan meninggalkannya sekarang juga. Tapi, dengan cepat dia menepis semua pikiran buruknya mengenai keadaan Hyun In sekarang.
            “Hyun In-ah.. Cepat sembuh,” gumamnya dalam hati.
&&&&&
            Hyun In terbaring lemah. Tangannya di infus, dan ia memakai alat bantu pernafasan. Sungguh buruk keadaannya. Untuk bicara saja, sudah sangat susah.
            “Hyun In-ah..,” Donghae berkata lirih ketika memasuki ruangan Hyun In. Hara mengikuti Donghae dari belakang. Mata Hyun In masih terpejam, tak merespon kedua  orang itu.
            Hara memandangi Hyun In dengan tatapan nanar. Donghae pun bisa saja menangis saat itu juga, kalau dia bukan laki-laki. Perlahan, mata Hyun In terbuka dan melihat ke dua sosok yang sangat ia kenal.
            “Hara-ya.. Donghae-ya…,” katanya pelan. Hara tersenyum, “Ne (iya), ini Hara dan Donghae,”. Hyun In tersenyum pada kedua orang itu. “Hyun In-ah.. Bagaimana kau tak memberi tahu kami?,” tanya Hara.
            Hyun In tak menjawab, hanya bisa tersenyum lagi dan lagi. Donghae, setelah sekian lama diam, akhirnya bertanya, “Sejak kapan?,”. Hyun In menggelengkan kepala, tanda tak mengerti. Donghae mengulang kembali pertanyaannya, “Sejak kapan kamu punya penyakit ini? Kenapa menyembunyikannya dariku?,”.
            Hyun In mengangkat 1 jarinya. “1 bulan?,” tanya Donghae memastikan. Hyun In menggeleng. “1 tahun…,” gumam Donghae. Hara pun sedikit terkejut dengan kenyataan bahwa Hyun In sudah mengidap penyakit pneumonia selama 1 tahun.
            DRRRTT.. DRRTT..
            Handphone Hara bergetar. Satu panggilan masuk. “Donghae-ya, Hyun In-ah, aku keluar sebentar,” kata Hara, lalu keluar dari ruangan.
            Donghae menghela nafas panjang. Ditatapnya Hyun In lama, tanpa bersuara. “Donghae-ya.. Mian.. hae (ma..af),” ucap Hyun In dengan terbata-bata. “Sshh.. Jangan paksa untuk bicara,”.
            Perlahan, Donghae melihat butir-butir air mata jatuh dari mata gadis yang ia cintai. “Uljima (jangan menangis)..,” kata Donghae pelan karena menahan tangis. Hyun In tersenyum lagi, tetapi kini ditemani dengan air mata yang jatuh. Donghae mengusap pipi Hyun In yang basah karena air mata, terus mengusapnya, hingga Hyun In berhenti menangis. “Uljima Hyun In-ah… Bukankah kamu paling benci menangis?,” tanya Donghae dengan suara bergetar.
&&&&&
            “Annyeong haseyo (halo)~,” seorang gadis bertubuh mungil menyapanya. Ia tampak terkejut, karena baru kali ini ia disapa dengan seorang gadis yang belum ia kenal sama sekali.
            “Annyeong haseyo,” jawabnya walaupun sedikit canggung. “Kau sekolah di Chunhwa juga?,” tanya gadis itu. Dari cara bicara dan ekspresinya, gadis itu tampak tak canggung sedikitpun.
            Ia mengangguk. Kemudian, gadis itu tersenyum cerah, “Joneun Kang Hyun In imnida (namaku Kang Hyun In). Aku juga sekolah di Chunhwa~,”. Dia tersenyum, “Oh, Lee Donghae imnida (Aku Lee Donghae),”
            Gadis itu tersenyum, lalu mengambil cokelat di dalam sakunya. “Mau?,” tawar gadis itu. Donghae menggeleng sambil tersenyum. Ajaib. Seorang gadis yang baru ia kenal, tiba-tiba sudah memberikannya sebuah cokelat.
            Tak lama, sebuah bus berhenti di depan mereka. Donghae berjalan menuju pintu bus, sedangkan Hyun In masih sibuk memasukkan sisa cokelatnya ke saku bajunya.
            Ternyata, banyak juga yang akan menaiki bus. Mereka berdesak-desakan untuk masuk ke dalam bus. Hyun In yang bertubuh mungil, kesulitan untuk naik ke dalam bus dalam keramaian.
            Saat Hyun In akan naik ke bus, tiba-tiba ia tergelincir dan jatuh ke tanah. “Gwaenchanayo (baik-baik saja)?,” suara Donghae muncul dari belakang Hyun In. Ternyata sejak tadi, ia menunggu Hyun In.
            Hyun In tersenyum, lalu berdiri dengan susah payah, “Ne, nan gwaenchanayo (ya, saya baik-baik saja)..,”. Donghae lalu membantu Hyun In naik ke dalam bus, lalu mereka duduk berdua di belakang.
            Walaupun ia bilang baik-baik saja, tapi Hyun In tetap saja memperhatikan telapak tangannya yang lecet. “Uljima (jangan menangis)..,” kata Donghae pelan. Hyun In tersenyum, “Aku tidak menangis,”. “Itu.. kamu terlihat seperti akan menangis,” kata Donghae sambil menunjuk mata Hyun In.
            “Aku tidak menangis. Dan aku benci menangis,” jawab Hyun In dengan santai. Donghae hanya tersenyum.
            “Banyak orang bilang, bahwa wanita itu gampang sekali menangis. Tapi, aku tak setuju. Buktinya, aku tak pernah menangis selama setahun ini,” kata Hyun In tiba-tiba. Hyun In mengatakan itu dengan bangga.
            Donghae mencibir, “Huh.. aku tak percaya,”
            “Lihat saja nanti,”
&&&&&
            “Mau kemana hari ini, tuan putri?,” tanya Donghae sambil terus mendorong kursi roda Hyun In. “Aku mau duduk disana!,” jawab Hyun In sambil menunjuk sesuatu.
            Donghae mendorong kursi roda Hyun In menuju tempat yang ia mau. Sebuah bangku di bawah pohon yang rindang.
            Sudah 2 hari ini, Donghae di Jeju untuk menemani Hyun In. Sedangkan Hara harus pulang karena masih ada kuliah di Seoul. Selama di Jeju, Donghae membelikan sebuah boneka teddy bear kecil yang sedang menunggangi kuda kayu. Teddy bear itu pun menggunakan sebuah seragam sekolah, dan menurut Donghae, itu melambangkan dirinya yang seorang pelajar teladan.
            Hyun In menerimanya dengan sangat senang, bahkan ia sudah memberi nama boneka itu dengan nama ‘Fishy’. Donghae pun sempat bertanya, mengapa dinamakan Fishy, padahal jelas-jelas itu boneka beruang.
            “Karena di dalam laut (donghae), pasti ada ikan (fishy). Aku suka dengan kata ‘fishy’,” kata Hyun In saat menjawab pertanyaan Donghae.
            Kembali pada Hyun In dan Donghae yang sekarang sudah berada di bangku itu. Mereka hanya diam menikmati pemandangan di sekitarnya.
            “Donghae-ya..,”
            “Hyun In-ah..,”
            Mereka berpandangan lalu tertawa menyadari kekompakan mereka saat akan bicara. Hyun In menarik nafas, lalu berkata, “Kau tak menyesal?,”. Donghae mengerutkan alisnya, tak mengerti.
            “Kau tak menyesal, punya yeojachingu (pacar) yang penyakitan?,” tanya Hyun In pelan. Donghae menatap Hyun In, “Untuk apa menyesal? Aku bahkan sangat senang memiliki yeojachingu secantik dirimu,”. Hyun In tertawa kecil, “Geojitmal (bohong),”. Donghae hanya tersenyum.
            “Kau mau bilang apa tadi?,” tanya Hyun In.
            “Oh itu.. Aku ingin kamu memanggilku ‘oppa’ (abang),”
            “Mwo (apa)? Andwae (tidak mau)…,”
            “Wae (kenapa)? Sebenarnya kan memang aku ‘oppa’ mu,”
            “Tapi, itu akan kedengaran aneh..,”
            “Ayolah…,”
            “Andwae (tidak mau),”
            Donghae mengerutkan bibirnya, persis seperti anak kecil yang sedang merajuk. Hyun In tertawa kecil, “Kau ternyata lebih seperti anak kecil dibandingkan aku,”. Donghae tersenyum, melihat Hyun In masih bisa tertawa.
            “Uhuk.. uhuk..,” Hyun In tiba-tiba batuk. Donghae mengedarkan pandangannya ke Hyun In, dan ketika itu dia tampak sangat terkejut. “Hyun In-ah..,”
            Hyun In melihat sapu tangannya, dan di dapatinya bercak-bercak darah. Hyun In pun sedikit terkejut, tapi kemudian dengan cepat dia menyembunyikan sapu tangannya. “Gwaenchana (kau baik-baik saja)? Ayo, kita masuk ke kamar,” kata Donghae dengan cemas.
            Hyun In menggeleng pelan, dan itu membuat Donghae kesal. “Palli (cepat). Duduk di kursi roda,”. Hyun In menurut, duduk di kursi rodanya sambil terus terbatuk. Donghae dengan cepat memutar kursi rodanya, dan langsung menuju bangunan rumah sakit.
            Wajah Hyun In sudah sangat pucat. Melihat itu, Donghae segera mempercepat langkahnya.
&&&&&
            Donghae menunggu dengan gusar di luar kamar Hyun In. Sesekali ia mengintip dari luar jendela untuk melihat keadaan Hyun In.
            “Saat ini, kondisinya semakin memburuk,” kata Dokter pada Donghae. Donghae menghela nafas panjang, “Saya akan menjaganya, dok,”. Dokter kemudian pergi meninggalkan Donghae sendiri.
            Donghae perlahan masuk ke dalam ruangan, lalu melihat Hyun In terbaring lemah sama seperti pertama kali ia datang ke rumah sakit. “Hyun In-ah..,” panggil Donghae. Sama seperti dulu, Hyun In tak meresponnya.
            Donghae duduk di samping Hyun In, menggenggam tangannya, lalu menunduk. Dengan suara bergetar ia berkata, “Mianhae (maaf). Kalau saja aku tak membawa mu keluar dari kamar, kau mungkin masih bisa tersenyum sekarang,”.
            Donghae menatap wajah Hyun In yang pucat, lama. Tak ada tanda Hyun In akan membuka matanya. Tak seperti dulu, saat Hyun In memanggil namanya walaupun pelan.
            Donghae masih saja menggenggam tangan Hyun In, dan terus menatapnya. Sesekali disentuhnya wajah Hyun In seakan mereka akan berpisah saat itu juga. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Bibirnya sudah bergetar menahan tangis.
            “Hyun In-ah… Neomu.. Yeppeo (sangat.. cantik),” katanya dengan senyum tipis di bibirnya.
            Perlahan, air mata Donghae jatuh lagi untuk kedua kalinya, setelah ia menangis saat di pemakaman ayahnya, jauh sebelum ia mengenal Hyun In. Saat mengenal Hyun In, Donghae perlahan bisa mengontrol emosinya untuk tidak selalu bersedih atas kematian ayahnya. Yah, bisa dibilang Hyun In adalah penyemangat hidupnya. Karena itu, Hyun In juga sangat berarti baginya.
            Donghae menghapus air matanya, tak mau dilihat oleh orang lain terlebih Hyun In. Saat Donghae berhasil menghapus air matanya, perlahan mata Hyun In terbuka. Donghae menyadari hal itu, tersenyum tipis.
            Hyun In menyadari kalau Donghae baru saja menangis. “Uljima (jangan menangis), oppa,” gumam Hyun In pelan. Donghae tersenyum, berusaha menutupi kesedihannya.
            “Oppa..,” kata Hyun In membuat Donghae menoleh ke arahnya. “Mwo (apa)?,” tanya Donghae lembut. Hyun In tiba-tiba menggenggam tangan Donghae dengan erat. Donghae mulai merasakan firasat buruk.
            “Pulanglah ke Seoul,” pinta Hyun In. “Wae (kenapa)?,”
            “Itu akan lebih baik untukmu,”
            “Andwae (tidak mau).. Aku akan selalu menjagamu,”
            “Kau mencintaiku?,”
            Donghae mengangguk, dan firasat buruk tadi makin menghantui Donghae. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?,” tanya Donghae. Hyun In tak menjawab, ia tersenyum sebentar. Donghae merasakan genggaman Hyun In makin kuat, seakan tak mau melepasnya saat ini juga.
            “Hyun In-ah…,”
            “Sarang.. hae,” kata Hyun In dengan muka sangat pucat. Dia menatap Donghae dengan mata sayu. Donghae makin khawatir, ia menggelengkan kepalanya keras, “Andwae,,. Kamu tidak boleh meninggalkanku sekarang,”
            Hyun In tersenyum, “Aku ingin istirahat sebentar, oppa…,”. Hyun In lalu menutup matanya, masih dalam keadaan tersenyum.
            Tubuh Donghae seketika menjadi lemas, saat tangan Hyun In yang ia genggam tiba-tiba terlepas saat itu juga. Donghae sangat terkejut. Ia langsung berlari menemui dokter dan pada saat itu sebuah kabar buruk yang tak ingin ia dengar pun dilontarkan oleh Dokter. Hyun In sudah tiada.
            Donghae terduduk di samping Hyun In, menatap wajah pucat Hyun In. Tidak, bukan hanya wajahnya, tapi sekujur tubuhnya pucat. “Hyun In-ah!,” Donghae terus memanggil nama Hyun In, walaupun ia tau tak ada yang menjawab panggilannya.
&&&&&
            “Aku ingin istirahat sebentar, oppa…,”
            Donghae tersenyum lalu melempar batu disampingnya ke Sungai Han di depannya. Tak lama kemudian, datang seorang wanita membawa sebuah surat. “Donghae-ssi (tuan donghae)?,” kata wanita itu. Donghae menoleh ke belakang, “Ne (ya),”.
            Wanita itu tersenyum lega, “Annyeong haseyo (halo). Saya Park Min Rin, teman Hyun In di Jeju,”. Donghae segera mengajak Min Rin duduk. “Ada apa?,”
            Min Rin menyerahkan sebuah surat yang sejak tadi ia bawa pada Donghae. Donghae menerima surat itu dengan ekspresi bingung. Surat berwarna cokelat itu dibuka perlahan oleh Donghae.
            Sebelum Donghae membaca isi suratnya, Min Rin berkata, “Hyun In sangat ingin kau membacanya jika ia sudah tiada. Selama di Jeju, dia selalu berbicara tentangmu, dan sungguh ingin bertemu denganmu lagi,”
            Donghae jadi agak ragu membaca surat itu, ia takut akan menangis dan itu akan terlihat oleh Min Rin. Min Rin sepertinya menyadari saat Donghae tak kunjung membacanya. “Baiklah.. Kalau begitu, saya permisi dulu,” pamit Min Rin.
            Setelah Min Rin pergi, Donghae mulai membaca isi surat itu. Perlahan, air mata Donghae jatuh saat membaca sebagian dari isi surat itu. Ia teringat akan masa-masa indahnya bersama dengan Hyun In.

Read the letter here

END
NB: FF ini khusus buat Kak Dhe karena udah janji mau buatin FF dengan nama koreanya sebelum dia pindah ke Jakarta :D Semoga kalian senang membacanya :)

2 komentar:

  1. hiks2.. plok10x *merayakan first debut dan last stage ak di ff.. wish it's true (bagian pacar donghae doang yah)
    bikin lagi doong..buat comeback stage :P
    anyway keren2 ^^

    BalasHapus
  2. haha.. entar deh kak di bwt comebacknya kalo sempet. tapi yah, nggak bisa dgn donghae lagi dongs.. wkwk

    eh, maunya dg donghae, entar si khun cemburu lagi.. hoho

    BalasHapus

Kalian sudah membacanya? Saran? Kritik?
Silahkan tulis komentar kalian ^^

Hargai karya author disini dengan komentar-komentar kalian ^^